Aku tidak ingat kapan belajar berjalan, namun aku
ingat ketika aku belajar berenang. Aku belajar berenang secara otodidak, tidak
seorangpun yang mengajariku, dan siapa yang mengajariku berjalan, tidaklah
penting. Rumah ku berada di skitar gunung di tepi laut Hitam yang hangat, dan
di rumah selalu tinggal kenalan dan juga para tamu. Mereka datang dari
gunung-gunung, tiba dari desa. Mereka diterima di institut teknik di kotaku,
dan mereka menjadi mahasiswa. Bisa dikatakan bahwa mereka pergi melewati
rumahku, seperti melewati tunel yang gelap dan sulit. Kebanykan dari mereka
adalah orang-orang yang menarik, aku menyukai mereka, namun laut yang paling
aku suka, karena itu aku lari ke laut ketika aku bisa.
Di musim panas laut adalah kesenangan. Pagi-pagi aku
dan anak-anak yang lain keluar dari rumah, pergi ke jalan dimana selalu ada
ikan yang dirapikan, kami berlari ke bawah, ke laut.
…
Aku masih ingat dengan baik hari ketika belajar
berenang, ketika merasa bahwa bisa berenang, bahwa air laut akan membantu.
Waktu itu aku 7 tahun, ketika melakukan pengalaman yang indah. Aku merasa bahwa
aku dengan laut sudah mengerti satu sama lain. Dan sekarang akung tidak hanya
bisa berjalan, melihat, bicara, tapi juga berenang, tidak takut dalamnya laut,
dan itu semua aku belajar sendiri!
Tidak jauh dari tempat dimana kami biasanya sampai
laut, di situ terdapat karang yang kecil. Aku berenang sampai karang itu,
berbaring dan istirahat.
Pada saat itu di laut maupun di tepi laut banyak
orang.bisa dengan mudah mengetahui orang yang datang untuk berlibur atau tidak
melalui badan yang putih atau yang gelap karena sinar matahari, mereka berbeda
dari penduduk selatan kotaku, yang sudah lama terbiasa dengan sinar matahari
dan tidak ingin menjadi lebih gelap.
Tidak jauh dari karang duduk seorang perempuan. Dia
membaca buku, mungkin pura-pura membaca buku. Di dekatnya terlihat seorang
laki-laki dengan kemeja putih dan sepatu boots hitam baru. Dia mengatakan sesuatu pada
perempuan itu, dan terkadang perempuan itu tertawa, mungkin karena laki-laki
itu terlalu dekat dan telalu dalam melihatnya. Perempuan itu terlihat ingin
membaca, namun kembali laki-laki tersebut berbicara dan peremuan itu kembali
tertawa, dan terlihat gigi yang sangat putih seperti kemeja laki-laki tersebut.
Dia sepanjang waktu mengganggu permpuan membaca. aku tidak mengerti tentang apa
yg mereka lakukan ketika ku lihat mereka dari tempatku istirahat, namun menurut
ku mereka bahagia.
Sudah beberapa kali aku berenang sampai karang,
lelah, dan aku kedinginan, tapi sekali lagi aku berenang dan terus berenang.
Karang lalu balik arah - sekali, karang lalu balik
arah - dua kali, karang lalu balik arah.. dan tiba-tiba sadar bahwa aku
tenggelam. Air telah masuk ke tubuhku, rasanya pahit, dingin dan tetntu tidak
enak. Aku menyentak dan berusaha keluar. Matahari memukulku tepat di muka, aku
mendengar tawa, suara di tepi dan melihat laki-laki dan perempuan itu.
Aku tidak mengerti mengapa saya tidak teriak, aku
menunggu waktu ketika laki-laki itu melihatku ke arah laut. Namun muncul
perasaan dalam benakku, dia tidak akan menolongku dengan kemeja putih dan
sepatu boots baru, karena dia tidak ingin basah. Dengan
pikiran seperti itu, aku kembali tenggelam, namun kembali menyentakan kaki dan
mencoba keluar, lagi-lagi sinar matahari tidak membantu, dan terdengar suara di
tepi mendekat.
Tiba-tiba aku melihat laki-laki itu melihat ke arah
ku, dan sesuatu muncul di wajahnya. Dengan susah payah dia mengingatkku. “ini
saya, saya!” teriakku hampir menangis. “saya berenang melewati mu, kamu pasti
ingat saya!” laki-laki itu sudah tahu. Aku mejadi mudah tenggelam dan gelombang
bersatu di atas kepalaku.
…
Aku merasa sudah cukup, lalu menepi ke pantai. Aku
tahu kalau laki-laki itu yang menolongku, namun saya belum berterimakasih, aku
malah berbaring diam di tepi dengan mata tertutup. Aku yakin bahwa penolongku
tidak berdiri dengan pakaian yang sudah basah, karena dia mencoba menunjukkan
keseriusan dirinya. “harus panggil dokter”- terdengar suara perempuan itu.
“tidak usah, dia akan sembuh sendiri”- kata laki-laki tersebut. Perempuan itu
meletakan tangannya ke kepalaku, tanganya hangat dan sangat halus. Lantas aku
membuka mata. “terus kamu akan berenang lebih jauh atau tidak?” – tanya
laki-laki itu. “tidak.”- dengan yakin aku menjawab, saya kira dia akan senang
dengan jawabanku. “ah sayang.” – katanya.
Aku mengerti bahwa itu bukan jawaan yang biasa. Aku
berdiri dan jalan ke arah laut. Dengan mudah aku berenang sampai karang dan
juga sebaliknya. Laut telah mengembalikan kekuatanku, yang telah diambil oleh
ketakutan. Dan laki-laki tersebut berdiri di tepi dan tersentum ke arah ku, dan
aku pun tersenyum. Ketika aku keluar dari air, laki-laki dan perempuan tersebut
pergi perlahan meninggalkan pantai, dan perempuan memegang lalu menutup buku.
Begitulah dia pergi dengan perempuannya, dan
sekarang aku ingat laki-laki tersebut, yang mengajarkan hidup dan percaya pada
kemampuan sendiri.
Comments
Post a Comment